Jumat, 21 September 2012

Belajar dari Hanzhalah Radiallahu'anhu "Semua Ada Waktunya"


Sebagian sahabat Radhiyallahu’anhum yang telah mencapai level kebersihan jiwa yang tinggi, pernah mengira bahwa mereka dituntut untuk mempraktikkan ketekunan yang ekstrim serta tenggelam dalam amaliyah ibadah yang tiada putus-putusnya. Mereka juga mengira Islam memerintahkan untuk memalingkan diri dari semua kenikmatan hidup dan kesenangan duniawi. Maka mereka pun tidak mau menyentuh hiburan dan permainan, selalu menengadahkan pandangan ke langit, mencurahkan pikiran ke akherat, dengan menjauhi dunia dengan segala pernak-perniknya. Mata mereka selalu bersimbah air mata karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, hati mereka khusyu’ berdzikir, dan tangan mereka selalu terangkat berdoa kepada-Nya. Kalau sebentara saja lalai melakukan semua itu, mereka segera mengutuki diri sendiri sebagai seorang munafik.

Hal tersebut dapat kita simak dengan jelas dalam hadits Hanzhalah Al-Usaidi Radhiyallahu’anhu, salah seorang juru tulis Rasulullah Shallallahu’Alaihi wa Sallam. Ia bercerita tentang dirinya sendiri:
“Suatu hari, saya bertemu dengan Abu Bakar Radhiyallahu’anhu.
“Apa kabarmu, Hanzhalah?” tanya Abu Bakar.
“Saya telah melakukan kemunafikan,” jawab Hanzhalah.
“Subhanallahu! Apa yang kamu katakan ini?”
Hanzhalah menjawab, “Ketika saya tadi sedang bersama Rasulullah Shallallahu’Alaihi wa Sallam, beliau mengingatkan tentang Surga dan Neraka. Sampai-sampai, saya seperti melihat keduanya secara langsung. Tapi setelah beranjak dari Rasulullah Shallallahu’Alaihi wa Sallam dan bermain bersama istri, anak-anak, serta sibuk dengan pekerjaan di rumah, saya jadi lupa apa yang disampaikan beliau.”
“Demi Allah, saya pun pernah melakukan hal yang sama!” tukas Abu Bakar.
Maka saya dan Abu Bakar pun pergi menemui Rasulullah Shallallah’Alaihi wa Sallam. Ketika tiba dihadapan beliau, saya segera mengadu, “Wahai Rasulullah, saya telah melakukan kemunafikan!”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya, “Kemunafikan apa?”
“Ketika kami sedang bersama Anda, Anda mengingatkan tentang surga dan neraka, sampai-sampai kami seperti melihat keduanya secara langsung. Tetapi setelah beranjak pulang dan bermain bersama istri, anak-anak, serta sibuk dengan pekerjaan di rumah, kami jadi lupa apa yang Anda sampaikan.”
Rasulullah Shallallahu’Alaihi wa Sallam lalu menimpali.
“Demi Dzat yang memiliki diriku! Kalau Kalian selalu dalam keadaan seperti ketika bersamaku itu, atau selalu dalam dzikir, niscaya malaikat akan terus menemani Kalian di atas tempat tidur maupun di jalanan. Akan tetapi, wahai Hanzhalah, segala sesuatu ada waktunya.”
Beliau mengulangi kalimat, “Segala sesuatu ada waktunya” ini sebanyak tiga kali, demi menekankan urgensi maknanya.

Mengambil spirit dari hadits di atas, orang-orang lalu membuat ungkapan yang menyatakan: “Ada waktunya untuk hatimu, dan ada waktunya pula untuk Tuhanmu.”

1 komentar: